Ekonom UNAIR : Kebijakan Lockdown di Berbagai Negara Menjadi Penyebab Kenaikan Inflasi AS

    Ekonom UNAIR : Kebijakan Lockdown di Berbagai Negara Menjadi Penyebab Kenaikan Inflasi AS

    SURABAYA – Inflasi Amerika Serikat (AS) pada Mei 2022 mencapai angka 8, 6 persen. Angka tersebut merupakan inflasi AS tertinggi dalam empat dekade terakhir. Inflasi di negara adidaya itu membawa dampak terhadap perekonomian berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.

    Ekonom Universitas Airlangga Dr Wisnu Wibowo SE MSi memberikan tanggapan mengenai penyebab inflasi AS pada Jumat (1/7/2022). Menurutnya, penyebab utama inflasi AS adalah dampak dari pandemi Covid-19.

    Penyebab Inflasi AS

    Wisnu memaparkan bahwa kenaikan inflasi di AS disebabkan karena melonjaknya harga komoditas saat pandemi Covid-19. Pada saat pandemi, banyak negara menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas dan mobilitas orang.

    Kebijakan seperti lock down atau karantina wilayah dilakukan di berbagai negara sebagai upaya meminimalisir penyebaran virus Covid-19. Kebijakan-kebijakan tersebut telah mengganggu kegiatan produksi dan distribusi barang.

    “Akibatnya terjadilah ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, ” jelas dosen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR itu.

    Pada perkembangannya, kata Wisnu, inflasi di AS terus mengalami kenaikan hingga menembus level 8, 6 persen pada Mei 2022. Hal itu disebabkan karena terganggunya pasokan pangan dan energi global akibat terjadinya konflik Rusia-Ukraina.

    “Sehingga berimbas pada kenaikan harga seperti harga rumah, sewa, dan perawatan medis, ” terangnya.

    Lima Langkah

    Wisnu memberikan rekomendasi langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi inflasi. Menurunya, pemerintah perlu melakukan lima hal untuk mengurangi dampak dari inflasi AS terhadap perekonomian Indonesia.

    Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat koordinasi kebijakan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan mendorong momentum pemulihan ekonomi. Selanjutnya, pemerintah juga perlu memitigasi dampak-dampak normalisasi kebijakan likuiditas global dan peningkatan harga komoditas dunia terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.

    Selanjutnya, pemerintah perlu menjaga inflasi kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food). Langkah ini dapat dilakukan dengan menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi komoditas utama penyumbang inflasi.

    “Caranya yaitu dengan mengoptimalisasi pemanfaatan teknologi dan digitalisasi pertanian hulu-hilir, pengembangan konektivitas, serta penguatan kerja sama antar daerah, ” lanjutnya.

    Untuk mengurangi dampak inflasi AS, pemerintah perlu memperkuat sinergi komunikasi kebijakan fiskal-moneter untuk pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat. Hal terakhir yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat sinergi dan koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi.

    Masyarakat Indonesia dapat memberikan dukungan kepada Indonesia dalam menghadapi dampak inflasi AS. Masyarakat diimbau untuk menghindari panic buying terhadap komoditas yang mengalami kelangkaan dan melakukan konsumsi barang sesuai kebutuhan bukan keinginan.

    “Masyarakat juga perlu menghindari aksi spekulatif dengan tujuan menciptakan keuntungan yang tidak wajar, ” terangnya. (*)

    Penulis : Sandi Prabowo

    Editor : Binti Q Masruroh

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Peresmian Pusat Terapi dan Rehabilitasi...

    Artikel Berikutnya

    Sempat Kabur, DPO Asal Kejati Aceh Ditangkap...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Danrem 083/Bdj Hadiri Puncak Latihan Fire Power Demo (FPD) "Latihan Angkasa Yudha 2024"
    Hendri Kampai: Utopia Indonesia, Irigasi Bagus dan Petani Bisa Panen Tiga Kali Dalam Setahun
    Hendri Kampai: Utopia Indonesia, Visi Indonesia Emas Namun Uang Kuliah Semakin Tak Terjangkau
    Diskusi Panel di Rapimnas Kupas Potensi Sabut Kelapa untuk Solusi Longsor dan Pemberdayaan Ekonomi  

    Ikuti Kami