SURABAYA – Baru-baru ini warganet ramai memperbincangkan terkait isu legalisasi ganja untuk keperluan medis. Perbincangan tersebut datang dari seorang ibu yang mengumumkan bahwa anaknya membutuhkan ganja medis untuk terapi cerebal palsy. Hal itu kemudian mendapat simpati dari masyarakat sehingga mengusulkan legalisasi ganja ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Melihat dari sisi kesehatan, ganja medis memang memiliki ragam manfaat. Senada dengan penyampaian dokter Divisi Psikiatri Adiksi di Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) dr Soetjipto SpKJ (K). Ganja medis memiliki keunggulan, yakni dapat mengatasi beragam penyakit.
“Menurut beberapa penelitian bahwa ganja medis dapat mencegah glaukoma. Bisa juga sebagai anti-epilepsy atau anti-kejang yang dalam hal ini sangat bermanfaat bagi penderita cerebal palsy. Ganja medis sebagai penenang alami, membantu menumbuhkan tulang pada pasien osteoporosis, antidiabetes, antihipertensi, antikanker, antinyeri, pengobatan diabetes melitus, dan terapi penyakit lupus, ” terang dokter yang karib disapa dr Tjipto itu, Kamis (14/7/2022).
Definisi Ganja Medis
Ganja medis memiliki perbedaan dengan ganja rekreasional atau ganja yang biasa dipakai untuk narkoba. Papar dr Tjipto, bahwa ganja memang memiliki banyak jenis.
“Ganja medis banyak dipakai untuk hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan. Di dalamnya terkandung cannabidinol (CBD)yang dapat menjadi obat terapi bagi berbagai macam penyakit, ” tutur dr Tjipto.
Sedangkan terkait dengan ganja rekreasional, dr Tjipto menerangkan bahwa ganja rekreasional mengandung tetrahidocannabinol (THC) yang tinggi. Kandungan tersebut yang menyebabkan seorang pengguna dapat mengalami sensasi “high” atau “fly.”
“Istilah untuk ganja medis adalah cannabis sativa atau hemp. Sedangkan penyebutan untuk ganja rekreasional adalah cannabis indica atau mariyuana, ” ujar dr Tjipto.
Dokter Divisi Psikiatri Adiksi di Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) dr Soetjipto SpKJ (K)
Cara Penggunaan
Agar dapat memberikan manfaat yang tepat, dr Tjipto menegaskan bahwa cara penggunaannya harus tepat. Salah pemakaian ganja medis akan menimbulkan akibat yang fatal.
“Saat ini di Indonesia belum ada panduan yang jelas mengenai aturan penggunaan ganja untuk keperluan medis. Karena, ganja masih tergolong narkotika golongan satu. Penggunaannya hanya boleh untuk penelitian dan belum diperbolehkan untuk tujuan pengobatan, ” jelas dr Tjipto.
Namun, dr Tjipto menambahkan bahwa penggunaan ganja medis akan berbeda dengan konsumsi ganja rekreasional. Biasanya penggunaan ganja medis melewati proses penyulingan. Dari proses tersebut kemudian menghasilkan minyak ganja.
“Jadi, tidak serta-merta penggunaan pada umumnya yang seperti rokok. Karena, kalau menggunakannya seperti rokok, maka efek sampingnya akan lebih banyak. Rokok dapat menimbulkan adanya zat-zat berbahaya dari proses pembakaran daun ganja kering, ” bebernya.
Penulis: Fauzia Gadis Widyanti
Baca juga:
Aplikasi Sel Punca dalam Neuroscience
|
Editor: Feri Fenoria